Minggu, 20 Maret 2016

Sejarah Perkembangan Demokrasi yang Berkaitan dengan Penegakan HAM di Indonesia


Periode Sebelum Kemerdekaan (1908-1945)

Dalam organisasi pergerakan Budi Utomo, telah memperhatikan masalah kebebasan di Indonesia. menurut pemikiran Budi Utomo kebebasan adalah bebas untuk berserikat/berkelompok dan bebas mengeluarkan pendapat. Maka itu dibuatlah serikat pekerja pertama pada tahun 1912, yang terdiri dari dua serikat yaitu serikat pekerja kereta api dan trem dan juga serikat pekerja bumi putera. Serikat pekerja merupakan serikat pekerja islam pertama, serikat islam kaum santri tersebut dipimpin oleh H Agus Salim dan Abdul Muis.
        Prinsip dari pimpinan serikat pekerja islam yaitu untuk mendapat kelayakan hidup dan kebebasan dari ancaman aniaya, penyiksaan, penindasan dan deskriminasi. Sedangkan menurut partai komunis Indonesia yang pada waktu itu menggunakan prinsip marxisme lebih mengarah pada hak-hak yang bersifat sosial. Muhammad Hatta juga pernah membentuk organisasi yang mengemukakan hak sosial, hak politik, hak menentukan nasib sendiri dan hak berpendapat.



Periode Awal Kemerdekaan (1945-1950)

Tahun 1945-1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin kembali ke Indonesia. Pelaksanaan demokrasi belum berjalan dengan baik. Hal inni disebabkan oleh masih adanya revoolusi fisik. Awal kemerdekaan masih terdapat sentralisasi kekuasaan, hal itu terlihat pada Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi "Sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut UUD ini seggala kekuasaan dijalankan oleh Presiden dengan dibantu oleh KNIP. Menghindari kesan bahwa negara Indonesia adalah negara yang absolut pemerintah mengeluarkan:
1.  Maklumat Wakil Presiden No. X Tanggal 16 Oktober 1945. KNIP berubah menjadi lembaga legislatif.
2.   Maklumat Pemerintah Tanggal 3 November 1945 tentang Pembentukan Partai Politik.
3. Maklumat Pemerintah Tanggal 14 November 1945 tentang Perubahan Sistem Pemerintahan Presidensil menjadi Parlementer.

Perkembangan demokrasi pada periode ini telah meletakkan hal-hal mendasar. Pertama, pemberian hak-hak politik secara menyeluruh. Kedua, presiden yang secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi diktator. Ketiga, dengan maklumat Wakil Presiden maka dimungkinkan terbentuknya sejulah partai politik yang kemudian menjadi peletak dasar bagi sistem kepartaian di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya. Awal kemerdekaan pemikiran HAM masih menekankan hak untuk merdeka, hak untuk berserikat, hak berpolitik dan hak berpendapat. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara resmi dan formal dan masuk ke dalam hukum dasar negara yaitu UUD 1945. Tahapan selanjutnya pemerintah memberikan keluasan pada rakyat untuk membangun partai politik sendiri sesuai dengan yang tercantum pada maklumat pemerintah tanggal 3 November 1945.



Periode Orde Lama (1950-1959)

Dalam periode ini perjalanan negara Indonesia dikenal dengan sebutan periode demokrasi perlementer. Pemikiran HAM pada masa ini mendapatkan momentum yang sangat membanggakan karena suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasi liberal atau demokrasi perlementer  mendapatkan tempat dikalangan elit politik. Menurut Prof. Bagir Manan pemikiran dan katualisasi HAM pada periode ini mengalami “bulan madu” kebebasan. Indikator menurut ahli hukum tata negara ini ada tiga aspek. Pertama,semakin banyak tumbuh partai partai politik dengan beragam ideologinya masing masing. Kedua kebebasan pers sebagai salah satu pilar demokrasi betul betul menikmati kebebasannya.ketiga,pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokratis berlangsung dalam suasana kebebasan dan demokratis. Namun demikian praktek demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan:

1.     Dominannya partai politik
2.     Landasan sosial ekonomi yang masih lemah
3.     Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950

Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959:

1.     Bubarkan konstituante
2.     Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950
3.     Pembentukan MPRS dan DPAS



Periode Orde Lama (1959-1966)

Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan nasakom dengan ciri:
1.   Dominasi Presiden
2.   Terbatasnya peran partai politik
3.   Berkembangnya pengaruh PKI
    
Kekuasaan sistem ini terpusat dan berada ditangan presiden. Akibat dari sistem demokrasi terpimpin presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik dalam tataran suprastruktur politik maupun dalam tataran infrastruktur. Dalam kaitannya dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi manusia masyarakat yaituhak sipil dan hak politik seperti hak untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pikiran dengan tulisan. Dengan kata lain terjadi sikap restriktif terhadap hak sipil dan hak politik warga negara. 
Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain:

1.    Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan
2.   Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk DPRGR.
3.    Jaminan HAM lemah
4.    Terjadi sentralisasi kekuasaan
5.    Terbatasnya peranan pers
6.    Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)

          Akhirnya terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI yang menjadi tanda akhir dari pemerintahan Orde Lama



Periode Orde Baru (1966-1998)

Dinamakan juga demokrasi pancasila. Pelaksanaan demokrasi orde baru ditandai dengan keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966, Orde Baru bertekad akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen. Awal Orde baru memberi harapan baru pada rakyat pembangunan disegala bidang melalui Pelita I, II, III, IV, V dan pada masa orde baru berhasil menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.

Namun demikian perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini dianggap gagal sebab:
1.     Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada
2.     Rekrutmen politik yang tertutup
3.     Pemilu yang jauh dari semangat demokratis
4.     Pengakuan HAM yang terbatas
5.     Tumbuhnya KKN yang merajalela

Sebab jatuhnya Orde Baru:
1.     Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi )
2.     Terjadinya krisis politik
3.     TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba
4.     Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk turun jadi Presiden.
    
Pada masa ini kurang lebih ada tiga pelanggaran HAM dalam praktek-praktek politiknya. Pertama, represi politik oleh aparat Negara, Sekali pun intesitasnya mengalami penyusutan, Contohnya kasus penanganan tanjung priok, kedung ombo dan santa cruz. Kedua, pembatasan partisipasi terhadap partai politik, atau yang sering kita dengar dengan sebutan depolitisasi. Praktek ini termasuk pelanggaran HAM dikarenakan, menyimpangi hak manusia untuk bebas berserikat, berkomplot, berorganisasi dan hak mengeluarkan pendapat. Ketiga, praktek eksploitasi ekonomi dan juga implikasi sosialnya, bentuk ini adalah bentuk pelanggaran HAM yang masih sering dijumpai sampai sekarang, baik dilakukan secara terorganisir maupun yang tidak terorganisir.
     
Perjuangan yang lakukan oleh masyarakat pada periode tahun 1990 nampaknya membuahkan hasil yang menggembirakankarena terjadi pergeseran strategi pemerintah dari reprensif dan depensif menuju strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM.salah satu sikap akomodatif pemerintahan ialah adanya tuntutan penegakan HAM dengan dibentuknya komisi nasional hak asasi manusia (KOMNAS HAM) Berdasarkan KEPRES No. 50 tahun 1993 tertanggal 7 juni 1993. Lembaga ini memiliki tugas untuk memantau dan mengawasi serta menyelidiki pelaksanaan HAM, dan memberi pendapat, pertimbangan dan saran kepada pemerintahan perihal pelaksaan HAM.
         
         Selain itu komisi ini bertujuan meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia indonesia seutuhnya dan kemampuannya berprestasi dalam berbagai bidang kehidupan. serta untuk membantu pengembangan kondisi yang kondusif bagi pelaksaan HAM yang sesuai dengan pancasila dan UUD 1945 (termasuk hasil amandemen UUD 1945),piagam PBB,deklarasi universal HAM atau perundang undangan lainnya yang terkait dengan penegakan HAM. Orde Baru membawa banyak perubahan positif pada penegakan HAM. Perubahan-perubahan tersebut antara lain menyangkut aspek politik, ekonomi, dan pendidikan.



Periode 1998 - Sekarang
Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998. Memberikan pengaruh yang sangat luar biasa pada kemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia pada saat itu mulai diadakan pengkajian terhadap beberpa kebijakan pemerintahan orde baru yang berlawanan dengan kemajuan dan perlindungan HAM. Selanjutnya dilaksanakan penyusunan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan keberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di Indonesia. 
Demikian pula dilakukan pengkajian dan ratifikasi terhadap instrument HAM internasional semakin ditingkatkan. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait dengan penegakan HAM diadopsi dari hukum dan instrument internasional dalam bidang HAM. Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:

1.   Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi
2.   Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum
3.   Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN
4.   Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI
5.   Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV.


Sumber: